Home » » Analisis Ekonomi Indonesia sebagai Kekuatan Ekonomi Baru

Analisis Ekonomi Indonesia sebagai Kekuatan Ekonomi Baru

Written By haris on Wednesday, January 19, 2011 | 3:15 PM


Oleh Ryan Kiryanto
Ekonom BNI 
Sejak terjadi krisis keuangan dan ekonomi global melanda kawasan Amerika dan Eropa dua tahun terakhir ini, banyak ekonom dan analis meramalkan kinilah saatnya era perekonomian Asia sebagai motor atau lokomotif dunia.

Ketika negara-negara maju (advance countries) babak belur didera krisis berkepanjangan, kawasan Asia sebagai emerging markets justru mampu menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif di tahun 2010 ini dimotori oleh China (10,5 persen), India (9,7 persen) dan Indonesia (6,0 persen) sebagaimana proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF).
Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju hanya 2,7 persen. Amerika Serikat diproyeksikan tumbuh 2,6 persen, Jepang 2,8 persen, dan Kanada 3,1 persen. Kawasan Euro (zone Euro) diproyeksikan hanya akan tumbuh 1,7 persen. Jerman tumbuh 3,3 persen, Prancis 1,6 persen, Italia 1,0 persen, Spanyol minus 0,3 persen dan Inggris 1,7 persen.
Sementara negara Eropa Timur diwakili Rusia hanya tumbuh 4,0 persen. Untuk kawasan Amerika Latin diwakili oleh Brasil dan Meksiko masing-masing tumbuh 7,5 persen dan 5,0 persen. Kembali ke kawasan Asia, untuk Malaysia diproyeksikan menguat menjadi 6,7 persen, Filipina 7,0 persen, Thailand 7,5 persen, Vietnam 6,5 persen.
Fakta itulah yang mengilhami IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia di 2010 ini menjadi 8 persen dari prediksi awal yang dirilis April 2010 lalu sebesar 7 persen. IMF menilai, perekonomian di kawasan Asia tetap kokoh dalam memimpin pemulihan ekonomi global.
Pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia pun diprediksi terus berlanjut. Pertumbuhan kawasan Asia pada 2011 diperkirakan tetap moderat, namun berkelanjutan sebesar 6,8 persen. IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia lantaran ekspektasi yang besar dan kuat akan kondisi perekonomian di kawasan tersebut.
Hal ini mendorong IMF merevisi pertumbuhan tahun 2010 menjadi 8 persen atau naik 1 persen dibanding proyeksi sebelumnya. Menurut analisis IMF, China dan India masih memimpin pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia.
Proyeksi 2011
Untuk proyeksi tahun 2011, IMF memproyeksikan perrtumbuhan ekonomi dunia bakal melemah dari 4,8 persen (2010) menjadi 4,2 persen (2011). Negara maju turun dari 2,7 persen (2010) menjadi 2,2 persen (2011). Amerika diramalkan menurun menjadi 2,3 persen. Jepang menjadi 1,5 persen. Kanada menjadi 2,7 persen.
Di kawasan Eropa pun IMF memproyeksikan penurunan pertumbuhan ekonomi. Jerman diramalkan melemah menjadi 2,0 persen. Prancis menjadi 1,6 persen. Italia tetap 1,0 persen. Inggris dan Spanyol membaik masing-masing menjadi 2,0 persen dan 0,7 persen.
China dan India pun diramalkan bakal mengalami perlambatan masing-masing menjadi 9,6 persen dan 8,4 persen. Sementara untuk kawasan Amerika Latin, Brasil dan Meksiko diproyeksikan melemah masing-masing menjadi 4,1 persen dan 3,9 persen. Yang menarik, Rusia justru menguat menjadi 4,3 persen.
Proyeksi IMF yang meramalkan perekonomian dunia tahun depan bakal melemah sepertinya merujuk kepada geliat pemulihan perekonomian AS dan Eropa yang lamban. Konsekuensi perlambatan dua kawasan besar ini adalah tingkat permintaan dunia bakal melemah. Ini berdampak pada kegiatan perekonomian secara keseluruhan. IMF masih diproyeksikan China bakal memimpin dengan pertumbuhan 9,6 persen. India di posisi kedua dengan 8,4 persen. Untuk Jepang diproyeksikan hanya 2,8 persen.
Yang menarik, dan mungkin perlu dikritisi, khusus untuk Indonesia, IMF tidak merevisi pertumbuhan ekonomi sebelumnya, yakni tetap berada pada kisaran 6 persen. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 bakal mencapai kisaran 5,9-6,2 persen, maka proyeksi IMF untuk 2011 yang tetap di level 6 persen seolah menafikkan optimisme pemerintah Indonesia yang diyakini bakal lebih agresif mendorong pertumbuhan ekonominya.
Para analis dan ekonom lokal pun optimistis Indonesia bakal mampu membukukan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen pada 2011 nanti. Minimal 6,2 persen bisa dicapai, dengan modal capaian proyeksi 5,9-6,2 persen untuk 2010.
Kontribusi konsumsi domestik melalui belanja masyarakat dan pemerintah diperkirakan masih akan menjadi penggenjot utama pertumbuhan ekonomi. Kontribusi investasi langsung juga berpeluang membaik. Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai investasi ke Indonesia tahun 2010 bisa mencapai Rp200 triliun.
Sampai dengan kuartal III/2010 lalu, secara kumulatif realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) telah tercapai nilai investasi Rp149,6 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan 33,4 persen atas capaian periode yang sama tahun lalu sebesar Rp112,1 triliun.
Kegiatan ekspor dan impor pun diproyeksikan akan cenderung stagnan sejalan dengan lambannya proses pemulihan ekonomi advanced countries di AS dan Eropa. Namun Indonesia masih bisa bertumpu pada pasar Timur Tengah dan China sebagai destinasi ekspor barang. Setidaknya kontribusi dari perdagangan internasional terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) bisa mencapai kisaran 30 persen seperti pernah dicapai di tahun 2007 dan 2008 lalu.
Indonesia, sebagai negara dengan pasar yang besar karena memiliki jumlah penduduk sekitar 235 juta jiwa, boleh berharap tidak akan mengalami tekanan karena faktor eksternal. Pasalnya, pasar domestik masih mampu menyerap output yang dihasilkan oleh industri seperti terjadi di tahun 2009 dan 2010 ini.
Karena Indonesia tidak terlalu bergantung kepada ekspor, di mana hanya berkisar 29 persen saja kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB), bandingkan dengan Singapura yang 230 persen dan Hong Kong yang 200 persen, maka Indonesia tidak perlu khawatir dengan melemahnya perekonomian dunia.
Pasar domestik masih bisa menyerapnya. Kini, tinggal bagaimana pemerintah mampu mengoptimalkan dana asing yang masuk tadi ke sektor riil sehingga roda perekonomian tetap bergerak stabil untuk menopang target pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen mulai tahun 2011 nanti. Berapapun proyeksinya, Indonesia berpeluang menjadi kekuatan ekonomi baru sejajar dengan BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China).
Waspadai Capital Inflow
Kembali kepada ramalan IMF soal proyeksi perekonomian Asia 2011, lembaga ini mengingatkan bahwa pesatnya pertumbuhan ekonomi di Asia juga membawa tantangan cukup besar bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Tantangan tersebut berasal dari arus modal asing (hot money) yang menyerbu negara-negara berkembang (capital inflow) dengan iklim ekonomi yang lebih kondusif di kawasan Asia.
Menurut IMF, bukan persoalan mudah untuk mengelola aliran dana asing yang masuk. Derasnya arus modal yang masuk ke Indonesia bisa dilihat dalam dua perspektif. Pertama, efek jangka pendek, penting diupayakan dua hal yaitu tidak terjadi kelebihan likuiditas dan menjadi tantangan bagi industri finansial.
Kedua, upaya jangka menengah-panjang untuk menarik dana tersebut ke proyek-proyek infrastruktur dan proyek investasi jangka panjang lainnya. IMF menilai, arus modal asing tidak hanya menawarkan banyak kesempatan, tapi juga membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan.
Pembuat kebijakan di negeri ini harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan makro agar tidak berpengaruh negatif terhadap perekonomian. Namun, IMF memprediksi seandainya terjadi kemerosotan kondisi ekonomi global yang secara negatif memengaruhi Asia, masih terdapat ruang untuk kembali ke kondisi kebijakan yang lebih stimulatif.
Masih menurut IMF, dengan kondisi saat ini, tiba waktunya bagi negara di kawasan Asia untuk menormalkan kebijakan moneter dan fiskal. IMF menyambut baik langkah yang telah dilakukan dan diambil oleh sejumlah pembuat kebijakan dalam mengendalikan risiko inflasi dan membatasi meningkatnya kerentanan sektor finansial. Namun, masih banyak yang harus dilakukan mengingat kuatnya pertumbuhan di kawasan ini.
IMF menilai perlunya pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut di beberapa negara di kawasan Asia, termasuk melalui apresiasi nilai tukar yang lebih besar. Fleksibilitas nilai tukar yang lebih besar akan menjadi bantalan terhadap risiko yang ditimbulkan oleh derasnya capital inflow. Kalangan ekonom pun menilai bahwa banjirnya arus modal asing ke Indonesia tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan efek negatif kalau terjadi pembalikan arus modal secara mendadak (sudden reversal).
Namun, hal itu setidaknya telah diantisipasi oleh Bank Indonesia (BI) yang telah mengeluarkan beberapa kebijakan, dari mewajibkan memegang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama sebulan, sampai yang terbaru yaitu akan menambah variasi instrumen term deposit dari hanya 1-2 bulan menjadi lima pilihan yaitu 1, 2, 3, 6, dan 9 bulan. Term deposit ini tidak dapat diperjualbelikan, namun dapat dicairkan ke BI sebelum jatuh tempo.
Mengenai tren penguatan rupiah terhadap dolar AS ke depannya, hal itu memang akan cukup mengkhawatirkan bagi para eksportir. Sebab, tren penguatan ini dapat menghambat daya saing barang ekspor Indonesia. Nilai tukar riil efektif rupiah (REER) menunjukkan daya saing barang ekspor Indonesia mulai melemah sejak bulan Januari 2010.
Indeks REER berada di bawah level 100 dan bergerak turun sampai bulan Juli 2010. Namun, sejak dua bulan terakhir, indeks REER bergerak sebaliknya dengan peningkatan secara perlahan. Ini artinya, daya saing barang ekspor Indonesia meningkat kembali.
Share this article :

0 Komentar:

Post a Comment

Silahkan berkomentar disini walaupun hanya "Hay". Kami akan menghargai komentar anda. Anda berkomentar saya akan berkunjung balik

 
Support : Aris Decoration | Galaxy Young
Copyright © 2014. All in here - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger