BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Membandingkan dua paham (ism) merupakan hal yang sangat sulit karena masing-masing ruang lingkup masing-masing dan ruang lingkup itu luas. Paham kapitalisme, memang pertama munculnya memang di takdirkan cacat, menurut Adam Smith yang merupakan cikal bakal munculnya ekonomi kapitalis, secara individu misalnya pemilikan barang secara individual, ekonomi negara menurut kapitalis yaitu teori pasal murni paham ini bahwa pemerintah tidak boleh mengetahui yang di sebut invisible hadn dianggap memadai untuk mengatur perekonomian dengan hasil memuaskan semua orang, jika setiap orang dibiarkan mengejar kepentingan masing-masing maka tanpa disadari keinginan setiap orang terpenuhi dengan sendirinya dan akan tercapai kesejahteraan umum, yaitu adanya tangan yang mengatur perekonomian tanpa campur tangan pemerintah.
Diramalkan oleh Karl Marx bahwa kapitalis akan runtuh dengan adanya perlawanan buruh terhadap perusahaan besar sehingga tidak ada kepemilikan individu yaitu pemilikan secara kolektif atau berubah sosialis (komuis) ternyata kebalik apa yang diramalkan Karl Marx ternyata kapitalisme berubah bentuk melahirkan metabolisme yang akan mengancam dunia, akan menimbulkan demografi, menghambat perkembangan suatu negara karena modal pertama, penguasa barang secara individual, ataupun perusahaan, maka akan melahirkan imperialisme karena imperialisme tidak cocok dengan masa sekarang maka muncul penjajahan baru yang disebut neoliberalisme dimana 80% kekayaan dunia di kuasai oleh perusahaan besar yang selalu mengintrofened suatu negara yang dikuasainya karena terlilit utang.
Ekonomi syariah merupakan ekonomi ilahia yang berdasarkan prinsip-prinsip ketuhana yang landasannya Al-Qur’an dan hadits, walaupun kepemilikan individu tetap di akui tadi itu sepanjang tidak kepentingan orang lain dan bersifat pengabdian inilah merupakan solusi untuk menghadapi sistem ekonomi kapitalis yang telah membelenggu kota, dengan mengakui ekonomi syariah karena ketika suatu ideologi ingin diruntuhkan maka karena juga di lawan dengan ideologis.
Permasalahan
- Bagaimanakah sistem ekonomi syariah
- Bagaimana sistem ekonomi kapitalis
- Perbandingan antara ekonomi syariah dan kapitalis
BAB II
PEMBAHASAN
Ekonomi Syariah
Ekonomi Syari’ah merupakan ekonomi yang menyatukan antara kehidupan akhirat dan kehidupan dunia lain dengan ekonomi konfensional (kapitalis) yaitu sekuler memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat urusan dunia adalah urusan dunia dan urusan akhirat adalah urusan akhirat. Konsep Islam tentang kehidupan merupakan kombinasi dari dua dimensi yang hanya dapat dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan. Dimensi pertama adalah ibadah, sesuatu yang paripurna sekaligus merupakan sasaran akhir yang begitu ideal dan mulia, sedangkan dimensi kedua adalah muamalah, tidak lebih dari pada sarana menuju sasaran akhir tersebut. Namun demikian, antara sasaran akhir (kehidupan ukhrawi) dan sarana antara (kehidupan duniawi) secara substansial tidak saling melebihi, melainkan dua sisi yang antara (kehidupan duniawi) seimbang dan saling melengkapi. Kesuksesan dan kebahagiaan yang bakal id capai akhirat, prasyarat, harus dibangun ketika masih di dunia, sementara kondisi kehidupan dunia yang memenuhi persyaratan ukhrawi dibangun berdasarkan konsep ibadah muamalah.[1]
Mula dasar ekonomi Syari’ah yang merupakan landasan bahwa dunia dan akhirat tidak terpisahkan sehingga dalam berekonomi berlandaskan apa yang telah digariskan Allah swt dan nabi Muhammad, dan para mujtahid, dalam ekonomi Islam ada nalar, asas yang terkandung di dalamnya yang membedakan dengan ekonomi kapitalisme.
@ Nilai Ilahiah (ketuhanan)
Nilai ini berangkat dari filosofi dasar yang bersumber dari Allah, tujuannya pun untuk mencari keridhaan Allah (limardhotilllah), sementara dalam prosesnya juga senantiasa dalam kerangka syariatNya. Kegiatan ekonomi yang meliputi permodalan, proses produksi, distribusi, kosumsi, dan penukaran harus senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai ilahiah dan selaras dengan tujuan ilahiah pula.
Esensi dasar yang terkandung dalam kegiatan ekonomi tidak terlepas dari nilai ibadah dalam makna yang luas. Seseorang yang menjalankan usaha sebagai implementasi perintah Tuhan untuk memanfaatkan dan memakmurkan dunia adalah manifestasi khalifah dan tidak terlepas dari nilai ibadah. Dikarenakan sasaran akhirnya ialah menunaikan perintah dengan mengejar keridhaanNya. Penyembahan yang mencakup pengertian khusus, seperti shalat, puasa, haji, sedekah dan seterusnya serta segala aktivitas positif dalam kehidupan, juga akan bernilai ibadah sepanjang hal itu diniatkan atau semata-mata diperuntukkan kepada Allah swt sebaliknya, apabila diperuntukkan selain kepada Allah, maka perbuatan tersebut menjadi sia-sia.
Nilai ilahiah selanjutnya mengejewantahkan menjadi asas/prinsip dalam wujud sistem akidah (keyakinan) Islam. Sistem keyakinan ini diabstraksikan dalam aktivitas kehidupan, termasuk dalam kegiatan ekonomi yang melahirkan sejumlah prinsip dasar, yaitu sebagai berikut :
- Beriman kepada Allah yang maha tinggi yang menciptakan, menyempurnakan, memberi hidayah, dan memberi Rahmat
- Manusia tidak hanya dimaknakan secara biologis yang tersusun dari tulang belulang yang dibalut dengan daging, urat dan darah. Akan tetapi, ia dilengkapi dengan sistem ruhiah (kerohanian) yang bernilai tinggi sehingga akan menyandang status khalifah di dunia.
- Manusia hanya diharuskan mengabdi kepada Allah swt
- Allah memberikan perhatian khusus kepada manusia dengan tidak membiarkannya dalam kesia-siaan, kebingungan, dan tanpa hidayah. Melainkan Allah mengutus rasul sebagai pembawa keterangan dan hidayah, penuntun ke jalan yang benar, dan pembawa keselamatan.
- Orientasi kehidupan tidak hanya terarah kepada kesenangan dan pemuasan nafsu belaka, melainkan hidup ini diarahkan kepada pengabdian dan penyembahan kepada Allah swt.
- Kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan hanya sebagai proses perpindahan alam menuju tahapan baru yang lebih hakiki.
Demikianlah abstraksi nilai-nilai ilahiah yang mengejewantahkan kedalam sistem keyakinan Islam yang menempatkan posisi Tuhan sebagai sentrum/pusat dari segala-galanya. Pada akhirnya, melahirkan pola penyadaran dalam diri manusia yang tunduk dan berada di bawah kendali kemahakuasaan-Nya.
@ Nilai Khuluqiyah (akhlak)
Nilai akhlak memiliki keterkaitan erat dengan kegiatan ekonomi sedangkan pertimbangan ekonomi tidak boleh mengabaikan nilai akhlak. Dengan menempatkan akhlak sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan ekonomi merupakan ciri pembeda dengan sejumlah sistem ekonomi yang ada yang cenderung menempatkan moral di bawah kepentingan ekonomi.
Implementasi akhlak dalam kegiatan ekonomi akan menampilkan profil yang merupakan representasi nilai-nilai humanisme, etika, dan estetika. Dengan dorongan kesadaran jiwa, pelaku ekonomi senantiasa menyadari bahwa dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi, tetap mengacu pada kepantasan dan tidak melampaui batas. Standar Syari’ah selalu mewarnai pola perilakunya, mengalahkan peran nafsu yang selalu mengarahkan kepada keserakahan, menghalalkan segala cara, dan mengabaikan hak-hak dan kepentingan orang lain karena didominasi kepentingan itu sendiri.
Nilai akhlak ini senantiasa berhadapan dengan kecenderungan nafsu, dimana dalam proses ekonomilah yang paling rentang dengan kecenderungan nafsu tersebut. Cobaan-cobaan dan iming-iming keuntungan material selalu muncul setiap saat. Nilai akhlak yang selalu berpasangan dengan nafsu (lawwamah) juga bekerja bersama-sama dengan karakter bebas manusia untuk menampilkan pola sikap yang sesuai Syari’ah. Karakter tersebut harus terus-menerus diasah dan dikuatkan, agar nafsu itu tidak kembali mendominasi. Dengan demikian, pemunculan nilai akhlak dalam kegiatan ekonomi bukanlah sesuatu yang otomatis, melainkan sebuah perjuangan yang terus menerus dilakukan karena merupakan bagian dari pertarungan antara yang hak dengan yang batil.
@ Nilai Insaniyah (kemanusiaan)
Antara nilai kemanusiaan dengan nilai ilahiah dalam kenyataannya sering dipertentangkan. Dalam pelaksanaan beberapa mazhab ekonomi, kedua nilai itu bukannya saling berhubungan, melainkan saling mereduksi. Hal-hal yang bersifat transcendental dianggapnya hanya membuang-buang waktu untuk memikirkan nilai yang tidak bernilai ekonomi itu. Namun dalam pandangan ekonomi Syari’ah, hal itu tidak memiliki dasar pembenaran karena kehadiran yang satu ditentukan oleh kehadiran yang lainnya, manusia pun tidak berdaya tanpa memberikan kewenangan dalam kehidupannya yang asasi itu.
Nilai insaniyah merupakan bagian dari nilai ilahiah yang telah memuliakan dan mengangkat manusia sebagai khalifah di bumi. Tujuan dengan dan orientasi ilahiah merupakan bagian yang fundamental dalam fitrah kemanusiaan. Berdasarkan pada nas-nas ilahiah, manusia akan mendapatkan arahan (mukhatabah), berusaha memahami, menafsirkan dan menyimpulkan hukum dengan melakukan analogi (kias ) dari nas-nas tersebut. Selanjutnya, manusia pun mengusahakan aplikasi nas-nas itu dalam realitas kehidupan dan berusaha mentransformsikan dari tataran pemikiran (wacana) ke tataran aplikasi. Oleh karena itu, manusia dalam kerangka ekonomi merupakan sasaran dan sarana. Tujuan dan sasaran utama Islam adalah merealisasikan “ hayaatan tayyibatan “ dalam kehidupan manusia beserta segenap unsur penduduknya.
Ekonomi Syari’ah menempatkan manusia yang memungkinkan untuk berusaha semaksimal mungkin, guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang disyariatkan. Manusia memerlukan pola kehidupan yang rabbani dan sekaligus manusiawi sehingga ia mampu melaksanakan kewajiban kepada Tuhannya, kepada dirinya, kepada keluarganya, kepada manusia secara umum, dan terhadap lingkungannya.
Nilai insaniyah dalam realitasnya mewujudkan dalam praktik ekonomi Syari’ah, sebagai mana ditunjukkan oleh nas-nas al-quran dan sunnah. Nilai-nilai itu merupakan warisan luar biasa bagi kemanusiaan dan peradaban manusia sepanjang sejarah. Misalnya, nilai kemerdekaan dan kemuliaan, keadilan, penetapan hukum berdasarkan nilai keadilan, persaudaraan, saling mencintai, tolong menolong, memerangi sifat permusuhan, kedengkian, saling membenci, dan seterusnya.
Nilai insaniyah lainnya ialah sifat solidaritas. Nilai tersebut berikan terutama terhadap kaum yang lemah dan tertindas, anak yatim piatu, fakir miskin, para jompo dan janda, serta kepada setiap orang yang tidak mampu berusaha sendiri untuk mempertahankan kehidupannya.
Sebagai derivasi nilai-nilai insaniyah tersebut, tampak wujudnya dalam konsep kepemilikan pribadi yang dapat diperoleh melalui cara-cara yang dibenarkan oleh Syari’ah. Nilai kepemilikan ini sangat menentukan dalam proses ekonomi, karena setiap peralihan dan segala bentuk transaksi umumnya dinyatakan sah jika dialasi dengan alas hak.
@ Nilai Tawazun (keseimbangan/pertengahan)
Dari sejumlah nilai yang diusung dalam ekonomi Syari’ah, nilai pertengahan atau keseimbangan merupakan yang terpenting, bahkan nilai ini dalam kenyataannya merupakan ‘ruh’ dari ekonomi Islam. Posisi nilai keseimbangan dalam ekonomi Syari’ah bagaikan manusia yang hidup karena adanya ruh yang melekat dalam jasadnya. Posisi ruh sangat istimewa dan menunjukkan kemuliaan yang tinggi.
Tampak beberapa perbedaan antara ruh dalam ekonomi Syari’ah dengan ruh dalam ekonomi kapitalis, yaitu sebagai berikut :
- Ekonomi kapitalis menempatkan pengkultusan individu dan kepentingan pribadi di atas segalanya
- Ruh kebebasan dalam ekonomi kapitalis mencakup hampir segalan-galanya. Demikian pula dengan konsep pemilikan mutlaknya yang meletakkan nilai hedonisme sebagai sasaran utamanya
- Di luar dirinya merupakan pesaing yang berbahaya dan haram dikalahkan dengan strategi bagaimanapun bentuknya.
Demikian pula dalam pandangan komunisme yang mematikan individu dengan sistem sentralismenya. Pribadi-pribadi bagaikan robot yang tergantung pad remote-nya, dimana tidak menunjukkan adanya nilai keseimbangan di dalamnya. Pengkultusan komunalisme sebagai inti paham komunistik semakin tidak menunjukkan nilai representasi keseimbangan yang memposisikan manusia sebagaimana layaknya yang memiliki martabat dan kecenderungan bebas dalam berikhtiar.
Dalam pandangan ruh kapitalisme dan komunisme, tampak begitu tidak berimbang, tidak proporsional, bahkan tampak begitu eksploitatif dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan serta nilai-nilai ilahiah. Nilai keseimbangan jauh dari praktiknya.
Implementasi nilai keseimbangan, khususnya dalam kegiatan ekonomi, dimaksudkan sebagai kondisi yang bernilai pertengahan dan berkeadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat al Baqarah ayat 143.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Terjemahnya :
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Sesungguhnya, ekonomi Syari’ah sebagai bagian sistem keislaman yang menyeluruh di jalankan atas beberapa prinsip dasar keseimbangan, yaitu keadilan, sistem keislaman tersebut menyeimbangkan dunia dan akhirat; menyeimbangkan antara kepentingan pribadi dan jamaah; menyeimbangkan antara aspek jasmani dan rohani pada setiap individu; menyeimbangkan antara akal dan hati; dan menyeimbangkan antara dasein, dan das sollen, sehingga mengeliminasi kesenjangan.[2]
Ekonomi Konvensional (Kapitalis)
Ekonomi konvensional Holahal Rijals pemasukan antara kehidupan dunia dan akhirat. Konsep yang dibangun bahwa kepemilikan pribadi yang sangat menonjol sehingga terjadi penindasan dan penghapusan antara pribadi yang satu dengan yang lain sehingga tidak ada nilai-nilai keadilan yang kuat semakin kuat dan yang lemah semakin tertindas. Dalam pandangan Adam Smith bahwa negara ‘tidak boleh’ mengatur perekonomian biarkan individu yang mengatur pasar dibiarkan individu mengejar kepentingan masing-masing. Maka tanpa disadari keinginan orang akan terpenuhi dengan sendirinya dan akan mencapai kesejahteraan umum (general waltani).[3]
Namun dalam kenyataan ada jurang besar antara ‘teori’ dan ‘praktik’ ‘das seen’ dan ‘das soleen’ karena kenyataannya teori itu memunculkan jurang pemisah antara pemilik, model dan pekerja antara berjuis dan prolitart karena kepentingan individual yang dikejar semata-mata, kehidupan dunialah yang sangat menonjol.
@ Paham kapitalisme
Kapitalisme adalah suatu perkataan yang sering dipakai tapi jarang diberikan batasan yang tepat untuk sementara biarlah kapitalisme diberikan batasan sebagai suatu sistem ekonomi dimana kekayaan produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk penjualan. Perekonomian barat yang maju juga memiliki sektor yang dimiliki oleh negara baik kecil maupun besar; ini dinamakan perekonomian campuran.[4]
Tujuan pemilikan pribadi adalah untuk mendapatkan suatu keuntungan yang lumayan dari penggunaan kekayaan produktif. Ini sangat jelas dan motif mencari keuntungan, bersama-sama dengan lembaga warisan dan dipupuk oleh hukum perjanjian, merupakan mesin kapitalisme yang besar; memang merupakan pendorong ekonomi yang besar dalam sejarah sampai saat ini. Tapi ada apa yang secara sosial dapat diterima dengan cara mencari laba dalam satu zaman, tidak selalu sama dalam zaman yang berikutnya. Hukum dan kebiasaan berubah. Dalam abad keenam belas dipandang sangat wajar untuk membajak di laut lepas harga miliki negara lain. abad berikutnya menyaksikan perdagangan budak dan perbudakan dalam ukuran yang luar biasa. Dan sekitar setengah abad yang lalu, banyak usaha di negeri ini dilakukan tanpa memperhatikan orang banyak, pekerja, penanam modal dan sumber alam yang sekarang akan dianggap tidak legal. Pengenaan batasan sosial-baik normal maupun hukum pada pencarian keuntungan tidak perlu berarti suatu kemunduran kapitalisme dalam jangka panjang. Sebaliknya, dengan menyesuaikan diri pada batas-batas mencari keuntungan pada ukuran-ukuran humanisme dan keadilan, dan dengan mengambil berbagai tindakan kesejahteraan sosial, kapitalisme cenderung memperoleh penerimaan umum di negeri-negeri yang telah lama menganutnya.
Pemilikan pribadi, usaha bebas dan produksi untuk pasar, mencari keuntungan-tidak hanya merupakan gejala ekonomi. Semua ini ikut menentukan segala segi masyarakat dan segala segi kehidupan dan kebudayaan manusia. orang-orang yang telah mempelajari timbul dan perkembangan kapitalisme dalam sejarah-pemikir besar seperti Adam Smith, Karl Marx, Wener Sombart, Max Weber, John A. Hobson, Thorstein Veblen, Joseph A, Schumpeter dan sikap masyarakat kapitalis dan membandingkannya dengan sifat-sifat masyarakat kapitalis dan membandingkannya dengan sifat-sifat yang sama dalam zaman sebelum dalam sejarah.
@ Kapitalisme yang masih muda
Pada masa permulaannya kapitalisme, segi semangat yang sering mendapatkan penekanan adalah semangat usaha, berani mengambil resiko, persaingan dan keinginan untuk mengadakan inovasi. Tata nilai yang memadai kapitalisme (terutama di negara Anglo Saxon) adalah individualisme, kemajuan material dan kebebasan politik. Para penulis seperti Weber dan Sombart menekan rasionalitas sebagai suatu sikap yang membedakan kapitalisme dengan abad sebelumnya. Dengan ‘rasionalitas’ mereka maksudkan penempatan alat untuk mencapai tujuan, terutama tujuan yang berbentuk keuntungan keuangan, menilai alternatif dengan teliti, membuat catatan yang baik, segi negatifnya, merombak tradisi.
Sering dianggap bahwa ideologi kapitalisme yang masih mudah adalah “laiseez faire tak ada campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi, yang fungsinya terbatas sebagai’ penjaga malam’ artinya semata-mata pelindung jiwa dan kekayaan dan pelaksanaan hukum. Ini tidak benar bahkan di Inggris, negeri dengan kapitalisme yang paling maju selama beberapa abad dan selama seperempat abad terakhir abad kesembilan belas, ideologi laizes sefaire hanya terdapat dalam jangka waktu yang singkat, selama setengah abad terakhir kesembilan belas. Sebelum itu, di Inggris seperti dikebanyakan negeri Eropa lainnya doktrin yang dianut adalah merkantilisme-doktrin yang mengatakan bahwa negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan melindungi usaha pribadi, dipandang sebagai suatu alat kekuasaan dan kemegahan negara yang semakin besar. Bahkan dalam masa kapitalisme yang berkobar-kobar di Amerika Serikat-katakanlah antara perang saudara dan depresi yang besar-ideologi yang dominan bukanlah laiseez faire yang murni melainkan laiseez faire yang telah mengalami perubahan, dimana terdapat perlindungan tarif dan subsidi pemerintah federal yang besar untuk pembangunan jalan kereta api, dan disamping itu juga terdapat pengaturan pemerintah untuk publik utilities dan anti trust. Di Jerman Perancis, Rusia dan Jepang yang merupakan pendatang baru dalam kapitalisme laiseez faire dipandang sebagai suatu kemewahan yang hanya negara-negara kapitalis yang paling maju yang dapat melakukannya. Di negeri-negeri ini, karena pengaruh perasaan perlindungan dan promosi pemerintah yang aktif untuk industri swasta (kadang-kadang dimiliki pemerintah) dengan cepat diterima dan dijalankan dalam dekade-dekade sebelum perang dunia pertama. Pada saat yang bersamaan, keharusan persiangan yang diharuskan pemerintah mendapatkan sedikit dukungan, dan monopoli kartel, dan bank yang kuat menjadi lembaga kapitalis yang dominan di Eropa.
Pertumbuhan kapitalisme dan terutama industrialisasi oleh kapitalis, juga berarti melahirkan kelas pekerja yang besar di negara yang lebih maju. Sering berdasarkan di daerah yang kotor di kota-kota industri yang baru berkembang, jam kerja yang lama dengan upah yang rendah dan dalam keadaan yang menyedihkan dan tidak sehat, kehilangan lembaga pengatur yang terdapat di desa asalnya, dan untuk selama beberapa dekade disisihkan sama sekali dari proses politik-pekerja di Eropa tak dapat diabaikan untuk keberhasilan kapitalisme dan juga merupakan persoalan sosial dan politik yang paling besar selama tingkat permulaan kapitalisme industri ini. Untuk mereka dan diantara mereka, diilhami oleh pemikiran intelektual, muncul ideologi dan gerakan politik yang radikal, terutama sosialisme, untuk menantang susunan kapitalisme.
@ Kapitalisme masa kini
Prospek kapitalisme kelihatan tidak begitu cerah seluruhnya segera sesudah berakhirnya perang dunia kedua. Memang benar bahwa kapitalisme yang telah memungkinkan kemajuan yang mengagumkan dalam produktivitas dan kemakmuran material dalam abad ke sembilan belas dan dekade permulaan abad kedua puluh. Tapi kapitalisme juga dikaitkan dalam pikiran banyak orang dengan perang yang mengerikan, konjungtur yang memuncak dengan depresi dunia dalam tahun tiga puluhan, peradaban pendapatan yang menyolok, kolonialisme dan banyak ketegangan sosial. Bagi komunisme, tujuannya hanya dapat dicapai melalui revolusi dan perang, yang dipercepat oleh ketidakmampuan kapitalisme untuk mengatasi persoalannya sendiri. Pertumbuhan kekuatan Rusia sesudah perang, pengambil alihan kekuasaan di Eropa Timur, Tiongkok dan munculnya partai komunis yang besar di beberapa negara Barat (terutama di Italia dan Prancis) membuat prognosis yang sukar diramalkan. Sosialis demokrat di negara barat yang ingin mengganti kapitalisme secara damai melalui kotak suara dan dirangsang oleh kemenangan partai buruh di Inggris dalam tahun 1945. orang lain yang tidak revolusioner dan radikal, seperti misalnya Joseph Schipemeter di Harvard, telah meramalkan suatu kemunduran semangat yang berjalan lambat tapi pasti pada perusahaan raksasa kapitalis dan sebagai akibat peralihan yang sedikit demi sedikit kapitalisme menjadi sosialisme.
Keadaan ternyata tidak berjalan demikian. Dalam dua dekade sesudah perang dunia kedua, kapitalisme tidak hanya membuktikan kemampuan untuk bertahan tapi disamping itu menunjukkan dinamisme dan kemampuan yang lebih besar dari sebelumnya, baik di negara industri yang telah maju maupun di sejumlah negara yang kurang maju. Pada beberapa negara terutama Jerman Barat Italia, Australia Prancis dan disamping semua itu Jepang- pertumbuhan produksi dan kenaikan tingkat konsumsi rata-rata telah berjalan dengan kecepatan yang mencengangkan. Pada saat yang sama fluktuasi usaha dan pengangguran telah dapat ditekan menjadi minimal di negara kapitalis yang maju (walaupun di Amerika serikat dan Kanada tidak berhasil di negara lain).
Mungkin gambaran kapitalisme yang paling menarik sesudah perang adalah keseimbangan politik ekonomi dan pengakuan bersama dari dunia usaha (terutama usaha besar), pemerintah, serikat buru di negara-negara maju. Dalam kebanyakan hal, pad kedua pola hidup bersama ini harus ditambahkan dua gambaran lainnya; pertanian dan usaha kecil keduanya menerobos pada gambaran ekonomi nasional baik melalui saluran politik maupun melalui saluran ekonomi. Dunia usaha dapat menerima campur tangan pemerintah yang aktif dalam perekonomian untuk kepentingan stabilitas ekonomi, merangsang pertumbuhan, mengurangi ketidakpastian, dan memperkecil jurang ekonomi yang diciptakan pasar dan yang diperburuk oleh bakat seseorang yang kekuatan tawar menawar. Dalam beberapa negara, usaha swasta juga mengakui kenyataan adanya sektor yang aktif oleh pemerintah. Lebih lanjut dunia usaha telah menerima perjanjian kerja kolektif dengan organisasi buruh yang kuat sebagai satu pengaturan yang baik dan permanen. Sikap-sikap ini yang diperkuat oleh tanggung jawab profesional yang semakin besar pada pihak manajemen dalam perusahaan yang besar, telah dicerminkan (terutama di Amerika serikat) dalam ideologi manajemen yang baru, yang tidak meninggalkan motif mencari untung, menekankan tanggung jawab manajemen terhadap berbagai pihak di dalam dan di luar perusahaan (pekerja, langganan, rekanan, publik umum, maupun pemegang saham).
Buruh sendiri telah menerima tata sosial yang ada dan memperlunak tujuan politiknya. Ini telah terjadi bahkan di negara-negara, seperti Italia dan Perancis, dimana teradapat suatu gerakan buruh yang berada di bawah pengendalian partai komunis sejak perang. Militansi yang semakin menurun dari berbagai gerakan buruh selanjutnya telah menimbulkan perpecahan menjadi dua golongan kiri di negeri meliputi banyak gerakan buruh dan partai politik yang banyak kaitannya dengan gerakan buruh, telah memperlunak program yang radikal dan revolusioner yang sebelumnya. Sebagai akibatnya, golongan sosialis. Dalam beberapa negeri seperti itu sebagian besar gerakan buruh, sukar untuk digolongkan golongan kiri. Pada saat yang sama, hampir di semua negeri yang maju dan demokratis, banyak partai kecil yang muncul sebagai reaksi terhadap kecenderungan ini dan untuk mempertahankan ideologis revolusioner dan radikal. Pendeknya, untuk banyak negara kapitalis pertentangan antara modal dan tenaga, walaupun tidak lenyap, tidak lagi merupakan persoalan sosial yang paling menonjol seperti sebelumnya. Belakangan ini persoalan ini disiangi oleh persoalan penyesuaian sektor yang kurang modern, pertanian kecil dan usaha kecil, kebutuhan suatu perekonomian modern tanpa penderitaan manusia yang tidak perlu atau ketidakstabilan politik, dan persoalan yang tidak ada hubungannya kelas seperti pemeliharaan lingkungan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Benang merah yang dapat ditarik jadi perbandingan ekonomi Syari’ah dan ekonomi kapitalis sangat jelas perbedaan dan hampir paham dari kedua aliran ekonomi Syari’ah dan kapitalis sangat berseberangan yaitu :
- Ekonomi Syari’ah mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, sedangkan kapitalis menempatkan individu kepentingan pribadi di atas segala-galanya
- Ruh kebebasan dalam ekonomi kapitalis mencakup hampir segala galanya dalam ekonomi Syari’ah kebebasan itu ada batasnya ketika merugikan kepentingan orang lain
- 3. Di luar dirinya merupakan pesaing yang berbahaya dan harus dikalahkan dengan strategis bagaimanapun bentuknya menurut ekonomi kapitalis tadi dalam Islam kekuatan penggerak utama ekonomis Islam adalah kerja sama.
[1]Dr. H. M. Arifin Hamid, S.H. Hukum Ekonomi Islam di Indonesia, (Bogor: Indonesia, 2007), h. 10
[2]Arifin Hamid, ibid,. h. 47-51.
[3]Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BBFE Yogyakarta, 2000, h. 3.
[4]Gregorg Grassman. Sistem-sistem Ekonomi, Jakarta: PT Bumi Aksara. 2001. h. 47-51.
0 Komentar:
Post a Comment
Silahkan berkomentar disini walaupun hanya "Hay". Kami akan menghargai komentar anda. Anda berkomentar saya akan berkunjung balik