Ketika kita berbicara tentang ekonomi suatu negara, tentu saja kita akan bertanya, sistem ekonomi apakah yang berlaku di sana. Ada banyak pilihan sistem ekonomi yang berlaku di kamus pengetahuan dunia, tapi bagaimana dengan Islam sebagai pilihan alternatif ?
Tentu saja kita sama tahu tentang betapa besarnya besarnya kejayaan Islam di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Azis. Dikisahkan teramat sulit menemukan kemiskinan di negara itu hingga pemerintah mesti berfikir keras bagaimana cara untuk menyalurkan zakat, hingga mereka mengekspornya sampai jazirah Afrika. Mudah bagaimana kita mengukur kebaikan sebuah sistem ekonomi, mampukah sistem yang berlaku mengangkat derajat kemakmuran rakyat.
Dari sekian tulisan mengenai Islam dan keIslaman, ada baiknya kita cermati tulisan Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi yang berjudul, Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature , dan Artikelnya berjudul History of Islamic Economics Thought, yang ditulis pada tahun 1976. Buku ini memaparkan sejarah pemikiran ekonomi Islam juga menyingkap bagaimana transmisi ilmu ekonomi Islam klasik ke dunia Barat (pemikir ekonomi barat) serta bagaimana kontribusi ekonomi Islam terhadap ekonomi modern.
Menurut Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, pemikiran ekonomi Islam adalah respon para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al-Quran dan Sunnah juga oleh ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka. Bagaimana seorang muslim berfikir kemudian mengembangkan satu kesatuan gerak ekonomi yang sesuai dengan Al Qur’an dan Al Hadist adalah hal yang terpenting dalam membangun sistem ekonomi Islam.
Mau tidak mau dunia harus mengakui betapa besar peran dari para ilmuan muslim terutama dalam membangun dasar ilmu ekonomi pada abad pertengahan. Sejarah membuktikan bahwa Ilmuwan muslim pada era klasik telah banyak menulis dan mengkaji ekonomi Islam tidak saja secara normatif, tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan metodologi yang sistimatis, seperti buku Ibnu Khaldun dan Ibnu Taymiyah, bahkan Al-Ghazali. Selain itu masih banyak ditemukan buku-buku yang khusus membahas bagian tertentu dari ekonomi Islam, seperti, Kitab Al-Kharaj karangan Abu Yusuf, Kitab Al-Kharajkarangan Yahya bin Adam, Kitab Al-Kharaj karangan Ahmad bin Hanbal, Kitab Al-Amwalkarangan Abu ’Ubaid, Al-Iktisab fi al Rizqi, oleh Muhammad Hasan Asy-Syabany dan masih banyak lagi tulisan cendekiawan muslim yang lain.
Masih banyak lagi buku-buku lainnya, baik yang secara khusus berbicara tentang ekonomi ataupun buku-buku fikih yang hanya membahas masalah-masalah hukum ekonomi. Buku-buku tersebut sarat dengan kajian ekonomi, seperti kebijakan moneter, fiskal (zakat dan pajak), division of labour, fungsi uang, mekanisme pasar, monopoli, perburuhan, pengaturan usaha individu dan perserikatan, lembaga keuangan (baitul maal),syairafah (semacam Bank Devisa Islam). Mereka juga ada yang membahas kajian ekonomi murni, ekonomi sosial, ekonomi politik, bahkan memberikan teori-teori dasar dalam proses pembukuan keuangan. Pemikiran ekonomi Islam di zaman klasik sangat maju dan berkembang jauh sebelum para ilmuwan barat membahasnya di abad 18-19. Fakta ini harus diperhatikan para ahli ekonomi kontemporer tidak saja ekonom muslim tetapi juga yang non muslim di seluruh dunia.
Dalam sebuah kutipan dari Encyclopaedia Britania, Jerome Ravetz berkata bahwasanya Eropa masih berada dalam kegelapan hingga tahun 1000 Masehi, dapat dikatakan kosong dari segala ilmu dan pemikiran. Kemudian pada abad ke 12 Masehi, Eropa mulai bangkit. Kebangkitan ini disebabkan oleh adanya persinggungan Eropa dengan dunia Islam yang sangat tinggi di Spanyol dan Palestina, serta juga disebabkan oleh perkembangan kota-kota tempat berkumpul orang-orang kaya yang terpelajar dan juga para pedagang. Joseph Schumpeter dalam buku History of Economics Analysis, Oxford University, 1954, mengatakaan, adanya titik yang hilang dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages. Masa kegelapan barat seperi yang diutarakan Jerome Ravetz, masa kegemilangan dunia perekonomian Islam. Ketika Barat dalam suasana kegelapan dan keterbelakangan itu, Islam sedang jaya dan gemilang dalam ilmu pengetahuan dan peradaban. The dark ages dan kegemilangan Islam dalam ilmu pengetahuan adalah suatu masa yang sengaja ditutup-tutupi barat, karena pada masa inilah pemikiran-pemikiran ekonomi Islam dicuri oleh ekonom Barat. Proses pencurian itu diawali sejak peristiwa perang salib yang berlangsung selama 200 tahun selain dihancur leburkan dan dibakarnya banyak naskah-naskah ilmu pengetahuan ilmuan muslim di beberapa perpustakaan di Andalusia dan Cordoba.
Transmisi ilmu pengetahuan dan filsafat Islam ke Barat telah dicatat dalam sejarah. Dalam hal ini Abbas Mirakhor menulis bahwa terjadi pencurian ilmu ekonomi Islam oleh Barat. Pada abad 11 dan 12 M, sejumlah pemikir barat seperti Constantine the African dan Delard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah, belajar bahasa Arab dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke Eropa. Leonardo Fibonacci atau Leonardo of Pisa, belajar di Bougioe, Aljazair pada abad ke 12. Ia juga belajar aritmatika dan matematikanya Al-Khawarizmi. Sekembalinya dari Arab, ia menulis buku Liber Abaci pada tahun 1202. Kemudian banyak pula mahasiswa dari Itali, Spanyol, dan Prancis Selatan yang belajar di pusat kuliah Islam untuk belajar matematika, filsafat, kedokteran, kosmografi, dan ekonomi. Setelah pulang ke negerinya, mereka menjadi guru besar di universitas-universitas Barat. Terlihat jelas di sini bagaimana besarnya khasanah dunia pemikiran Islam mempengaruhi alam berfikir dunia barat saat mereka membutuhkan suatu pencerahan pada peri kehidupan dan peradaban yang mereka bangun.
Indikasi-indikasi lain yang menunjukkan pengaruh ekonomi Islam terhadap ekonomi modern ialah diadopsinya kata credit yang dalam ekonomi konvensional dikatakan berasal dari credo (pinjaman atas dasar kepercayaan). Credo sebenarnya berasal dari bahasa Arab “qa-ra-do” yang secara fikih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Tentu saja hal yang menyangkut hutang-piutang memang diatur dalam Al Qur’an. Indikasi lainnya menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi Islam zaman pertengahan telah diadopsi oleh Inggris pada tahun 774 M. Raja Offa mencetak koin emas yang merupakan copy langsung (direct copy) dari dinar Islam, termasuk tulisan Arabnya. Semua tulisan di coin(uang logam) itu adalah tulisan Arab, kecuali pada satu sisinya tertulis OFFAREX. Realitas itu menunjukkan bahwa dinar Islam saat itu merupakan mata uang terkuat di dunia. Selain itu perekonomian umat Islam jauh lebih maju dari Eropa. Hal itu menunjukkan bahwa perdagangan internasional muslim telah menjangkau sampai Eropa Utara. Dan kita ketahui pula, bahwa kaum pedagang kala itu belajar hitungan ekonomi dengan angka-angka Arab guna membuat sistem pelaporan dan pembukuan keuangan.
Paparan di atas menunjukkan peran ilmuwan dan dunia muslim sangat signifikan terhadap kebangkitan intelektualisme Eropa, termasuk dalam pemikiran ekonomi. Demikian sekelumit uraian tentang kontribusi pemikiran ekonomi Islam terhadap ekonomi modern. Dan bagaimana kita bisa tidak peduli dan tidak lebih mengenal pikiran-pikiran para cendikiawan muslim tersebut. Siapa tahu, Islam memang menawarkan opsi positif tentang ekonomi dan perekonomian bagi kita bersama.
Bagaimanapun faktor ekonomi sangat mendukung atas adanya suatu perubahan karena memang jelas pengaruhnya terhadap peradaban manusia, sip postinganya. Salam hangat!
ReplyDeleteblog yang mantab tentang ekonomi
ReplyDeletenamanya juga mahasiswa ekonomi, jadi harus banyak belajar tentang ekonomi
ReplyDelete