BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melissen (1999) mendefinisikan diplomasi sebagai : “suatu mekanisme representasi, komunikasi dan negosiasi yang dijalankan oleh Negara atau aktor-aktor internasional dalam kegiatan usahanya”.
Diplomasi Ekonomi dan Keuangan dalam hal ini merupakan penjabaran lebih jauh dari definisi di atas yang mempersempit cakupan representasi, komunikasi dan negosiasi pada hal-hal yang menyangkut keuangan dan perekonomian suatu negara.
Keterlibatan Indonesia dalam hubungan internasional secara pasti akan mempengaruhi setiap kebijakan nasional khususnya kebijakan perekonomian. Untuk itu diperlukan sebuah diplomasi keuangan dan ekonomi untuk melindungi kepentingan kebijakan nasional dalam menghadapi pengaruh kebijakan internasional. Secara lebih jauh untuk memahami mekanisme diplomasi ekonomi dan keuangan, maka penulis tertarik untuk mengangkatnya ke dalam sebuah makalah singkat “Diplomasi Ekonomi dan Keuangan dalam
Rangka Mendukung Kebijakan Fiskal : Solusi Permasalahan Yang Muncul Akibat Benturan Kepentingan Diplomasi Ekonomi dan Perdagangan”
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dikemukakan permasalahan dalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Kemana arah diplomasi ekonomi global dan masalah yang muncul ?
2. Bagaimana membangun strategi diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan yang layak secara fiskal ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arah Diplomasi Ekonomi Global dan Permasalahannya
Arah diplomasi ekonomi global dewasa ini telah bergeser dari era diplomasi proteksionisme yang cenderung mengarah pada strategi-strategi diplomasi untuk melindungi kepentingan industri, perdagangan maupun keamanan nasional suatu negara kepada era dimana liberalisasi perdagangan dan investasi menjadi target jangka panjang dari diplomasi ekonomi dan keuangan (Rik Coolsaet, 2001).
Pergeseran arah diplomasi ekonomi global ini menimbulkan banyak permasalahan mengingat dampak dari liberalisasi investasi dan perdagangan yang secara positif baru berdampak dalam jangka panjang namun secara negatif berdampak dalam jangka menengah-pendek (Tony Hinton, 2007).
Masalah ini diperparah dengan timbulnya benturan kepentingan antara para pelaku diplomasi perdagangan (commercial diplomacy) dan para pelaku diplomasi ekonomi (economic diplomacy). Potensi benturan kepentingan ini diakibatkan oleh sifat dari kedua macam diplomasi yang walaupun berhubungan erat namun memiliki cakupan yang berbeda sebagai ilustrasi perbedaan fokus kedua jenis diplomasi ini diperlihatkan pada tabel dibawah :
TABEL PERBEDAAN FOKUS DIPLOMASI EKONOMI
DAN KEUANGAN SERRTA DIPLOMASI PERDAGANGAN
Fokus Diplomasi Ekonomi & Keuangan Fokus Diplomasi Perdagangan
Kestabilan Pertumbuhan Ekonomi Ketersediaan Dana Investasi bagi Pertumbuhan Sektor Industri dan Perdagangan
Kesinambungan Pendapatan dan Belanja Negara Meningkatnya tingkat kompetisi yang mengarah pada efisiensi produksi dan penurunan harga
Rendahnya Tingkat Pengangguran Meningkatnya alih teknologi dan pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan produksi barang maupun jasa
Ketersediaan Kebutuhan Dasar Konsumen Keterbukaan Pasar Luar Negeri bagi ekspor produk-produk dalam negeri.
Ketersediaan Sarana dan Prasarana Dasar dan Usaha Peningkatan mobilitas tenaga kerja dalam negeri seiring dengan meningkatnya volume perdagangan luar negeri.
(Dirangkum dari Artikel Raymond Saner & Lichia Yu : International Economic Diplomacy Mutation in ost Modern Times, Netherlands Institute of International Relations, 2003)
Sekilas terlihat bahwa meskipun fokus kedua kebijakan ini terlihat saling melengkapi namun beberapa tujuan diplomasi perdagangan berpotensi memiliki dampak negatif bagi target diplomasi ekonominya. Kasus yang kebekangan ini banyak terlihat di beberapa negara ASEAN adalah pembukaan pasar bagi investasi asing terhadap tingkat pengangguran dalam negeri dimana sektor perdagangan eceran dan grosir memperoleh dampak yang negatif berupa penutupan usaha-usaha retail sekelas UKM akibat masuknya investasi asing yang memiliki modal yang lebih besar.
Hal-hal diatas mengindikasikan pentingya desain dan pengelolaan diplomasi perdagangan yang beririsan dengan strategi diplomasi ekonomi dan keuangan yang diambil oleh pemerintah (lihat diagram dibawah)
(Dirangkum dari Artikel Raymond Saner & Lichia Yu : International Economic Diplomacy Mutation in Post Modern Times, Netherlands Institute of International Relations, 2003)
Diagram diatas memperlihatkan perbedan cakupan suatu diplomasi ekonomi dan keuangan dengan diplomasi perdagangan, dimana diplomasi perdagangan dilakukan baik dilevel mikro (perusahaan dan industri) maupun di level makro dengan pemerintah maupun lembaga-lembaga multilateral dsb sedangkan diplomasi ekonomi umumnya dilakukan hanya pada level makro. Perbedaan cakupan yang berpotensi menimbulkan benturan akibat perbedaan perspektif dapat dijembatani dengan mengikutsertakan pelaku-pelaku diplomasi perdagangan dalam negosiasi negosiasi ekonomi berskala makro dan sebaliknya. Peran instrumen-instrumen koordinasi dalam persiapan rapat maupun sidang internasional juga cukup besar dalam mensinkronisasikan arah kedua jenis diplomasi tersebut.
B. Membangun Strategi Diplomasi Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan yang Layak Secara Fiskal
1. Diplomasi berdasarkan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi kebijakan fiskal juga memiliki dimensi diplomasi yang perlu disinkronkan baik dengan kebijakan ekonomi dan keuangan maupun dengan kebijakan perdagangan dalam menentukan pokok-pokok arahan diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan yang sesuai dengan arah kebijakan fiskal perlu dibuat suatu mekanisme desain diplomasi yang mengacu pada Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Beberapa hal penting yang menjadi fokus kebijakan fiskal yang tertuang dalam APBN 2007 antara lain :
1. Peningkatan konsolidasi fiskal untuk mempertahankan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
2. Mengupayakan penurunan beban utang, pembiayaan yang efisien dan menjaga kredibilitas pasar modal.
3. Meningkatkan penerimaan negara yang bersumber dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
4. Mengendalikan dan meningkatkan efisiensi belanja negara.
5. Memberikan stimulus guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
6. Melanjutkan reformasi administrasi perpajakan, kepabeanan dan cukai.
2. Diplomasi Melalui Mekanisme Konsultasi dan Formulasi Bersama
Tersedianya acuan berupa arah strategi fiskal saja tidak memadai untuk menciptakan dibagi diplomasi ekonomi dan keuangan yang fiscal minded. Suatu mekanisme konsultasi dan formulasi bersama perlu diciptakan antara lembaga-lembaga pemerintah yang ditunjuk sebagai lead negotiator untuk kebijakan ekonomi, keuangan dan perdagangan internasional dengan lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab menformulasikan kebijakan fiskal. Kerjasama yang sebaiknya diformalkan dalam suatu MOU ini dapat direalisasikan dalam suatu kerangka kerja yg tergambar didalam diagram berikut :
Dalam alur kerja yang digambarkan diatas instansi-instansi yang melakukan negosiasi dan diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan dengan pemerintah asing dan lembaga regional maupun multilateral dapat mengajukan draft posisi diplomasinya kepada Depkeu (1) sebagai penanggung-jawab kebijakan fiskal mengenai berbagai isu ekonomi, keuangan maupun perdagangan. Draft ini dapat saja berisi arah negosiasi, target negosiasi dsb. Draft ini kemudian akan diproses oleh lembaga yang berwenang melakukan evaluasi dan analisa kebijakan fiskal di lingkungan Depkeu (2). Proses evaluas yang dilakukan melibatkan konsultasi dengan lembaga operasional yang terlibat langsung dalam pelaksanaan kebijakan fiskal terkait maupun institusi dan individu yang menjadi obyek kebijakan tersebut (3). Hasil revisi draft posisi diplomasi akan disampaikan pada instansi negosiator sebagai bahan masukan bagi sidang bilateral, regional maupun multilateral yang akan diikutinya (4)(5).
3. Diplomasi Berdasarkan Riset (Research Based Diplomacy) Vs Analisis
Konsep Research Based Diplomacy tidak jauh berbeda dengan Research Based Policy dengan kata lain keduanya bersandar pada temuan yang diperoleh melalui suatu riset. Berbeda dengan kegiatan analisis data sekunder yang memungkinkan tersedianya materi pengambilan keputusan dalam waktu yang relatif singkat, penelitian lapang (field research) memerlukan waktu yang relatif lebih lama untuk menghasilkan informasi yang layak dipakai dalam pengambilan keputusan, terlebih bila melibatkan ukuran sampel yang besar. Walau demikian penelitian jenis ini masih tetap diperlukan dalam pengambilan keputusan maupun dalam penentuan posisi diplomasi khususnya bila posisi diplomasi tersebut melibatkan sektor-sektor usaha dan ekonomi yang sangat miskin data (sektor informal, sektor jasa, sektor usaha kecil-menengah dsb). Diplomasi berdasarkan riset memiliki keunggulan tertentu antara lain :
1. Basis yang kuat dan didukung oleh data-data yang diperoleh melalui metode-metode penelitian ilmiah yang teruji.
2. Diplomasi yang didukung oleh bukti-bukti statistik lebih mudah “dijual” dan diterima oleh banyak kalangan.
3. Kebanyakan tekanan-tekanan luar untuk kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi yang berpotensi negatif terhadap perekonomian negara berkembang didukung oleh data-data statistik yang menggambarkan kesuksesannya pada negara lain sehingga counter negotiation-nya perlu pula didukung oleh bukti-bukti statistik.
4. Diplomasi yang didukung oleh riset dapat memperlihatkan kelemahan dalam penawaran dan kontra penawaran sehingga perbaikan-perbaikan yang diperlukan dalam rangka mensukseskan diplomasi dan negosiasi dapat segera dilakukan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Diplomasi dan Negosiasi Isu-isu Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan yang berpotensi untuk berbenturan memerlukan acuan dan referensi dasar sekaliagus koordinasi dan sinkronisasi strategi lintas instansi dan dalam organisasi dan birokrasi pemerintahan yang rumit seperti kita, hal ini tidaklah mudah dilakukan. Dengan absennya lembaga koordinasi ditingkat nasional untuk diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan luar negeri, instansi-instansi yang melakukan negosiasi-negosiasi tersebut perlu membangun kerangka kerja formal maupun informal dengan instansi-instansi pemerintah lain sehingga mekanisme institusional dalam menformulasikan strategi diplomasi luar negeri yang representatif dan dapat dipertanggung-jawabkan dapat tercipta. Lebih jauh dalam meningkatkan kekuatan diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan kita, perlu pula dipikirkan untuk mulai mendasari penentuan posisi diplomasi kita berdasarkan temuan-temuan riset yang dapat dipertanggung-jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pksi.depkeu.go.id/pub.asp?id=9
Key Messages on The Workshop on Strategies to Promote Structural Reform
by Focussing on The Drivers of Economic Growth in APEC, Tony Hinton, 2007.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melissen (1999) mendefinisikan diplomasi sebagai : “suatu mekanisme representasi, komunikasi dan negosiasi yang dijalankan oleh Negara atau aktor-aktor internasional dalam kegiatan usahanya”.
Diplomasi Ekonomi dan Keuangan dalam hal ini merupakan penjabaran lebih jauh dari definisi di atas yang mempersempit cakupan representasi, komunikasi dan negosiasi pada hal-hal yang menyangkut keuangan dan perekonomian suatu negara.
Keterlibatan Indonesia dalam hubungan internasional secara pasti akan mempengaruhi setiap kebijakan nasional khususnya kebijakan perekonomian. Untuk itu diperlukan sebuah diplomasi keuangan dan ekonomi untuk melindungi kepentingan kebijakan nasional dalam menghadapi pengaruh kebijakan internasional. Secara lebih jauh untuk memahami mekanisme diplomasi ekonomi dan keuangan, maka penulis tertarik untuk mengangkatnya ke dalam sebuah makalah singkat “Diplomasi Ekonomi dan Keuangan dalam
Rangka Mendukung Kebijakan Fiskal : Solusi Permasalahan Yang Muncul Akibat Benturan Kepentingan Diplomasi Ekonomi dan Perdagangan”
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dikemukakan permasalahan dalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Kemana arah diplomasi ekonomi global dan masalah yang muncul ?
2. Bagaimana membangun strategi diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan yang layak secara fiskal ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arah Diplomasi Ekonomi Global dan Permasalahannya
Arah diplomasi ekonomi global dewasa ini telah bergeser dari era diplomasi proteksionisme yang cenderung mengarah pada strategi-strategi diplomasi untuk melindungi kepentingan industri, perdagangan maupun keamanan nasional suatu negara kepada era dimana liberalisasi perdagangan dan investasi menjadi target jangka panjang dari diplomasi ekonomi dan keuangan (Rik Coolsaet, 2001).
Pergeseran arah diplomasi ekonomi global ini menimbulkan banyak permasalahan mengingat dampak dari liberalisasi investasi dan perdagangan yang secara positif baru berdampak dalam jangka panjang namun secara negatif berdampak dalam jangka menengah-pendek (Tony Hinton, 2007).
Masalah ini diperparah dengan timbulnya benturan kepentingan antara para pelaku diplomasi perdagangan (commercial diplomacy) dan para pelaku diplomasi ekonomi (economic diplomacy). Potensi benturan kepentingan ini diakibatkan oleh sifat dari kedua macam diplomasi yang walaupun berhubungan erat namun memiliki cakupan yang berbeda sebagai ilustrasi perbedaan fokus kedua jenis diplomasi ini diperlihatkan pada tabel dibawah :
TABEL PERBEDAAN FOKUS DIPLOMASI EKONOMI
DAN KEUANGAN SERRTA DIPLOMASI PERDAGANGAN
Fokus Diplomasi Ekonomi & Keuangan Fokus Diplomasi Perdagangan
Kestabilan Pertumbuhan Ekonomi Ketersediaan Dana Investasi bagi Pertumbuhan Sektor Industri dan Perdagangan
Kesinambungan Pendapatan dan Belanja Negara Meningkatnya tingkat kompetisi yang mengarah pada efisiensi produksi dan penurunan harga
Rendahnya Tingkat Pengangguran Meningkatnya alih teknologi dan pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan produksi barang maupun jasa
Ketersediaan Kebutuhan Dasar Konsumen Keterbukaan Pasar Luar Negeri bagi ekspor produk-produk dalam negeri.
Ketersediaan Sarana dan Prasarana Dasar dan Usaha Peningkatan mobilitas tenaga kerja dalam negeri seiring dengan meningkatnya volume perdagangan luar negeri.
(Dirangkum dari Artikel Raymond Saner & Lichia Yu : International Economic Diplomacy Mutation in ost Modern Times, Netherlands Institute of International Relations, 2003)
Sekilas terlihat bahwa meskipun fokus kedua kebijakan ini terlihat saling melengkapi namun beberapa tujuan diplomasi perdagangan berpotensi memiliki dampak negatif bagi target diplomasi ekonominya. Kasus yang kebekangan ini banyak terlihat di beberapa negara ASEAN adalah pembukaan pasar bagi investasi asing terhadap tingkat pengangguran dalam negeri dimana sektor perdagangan eceran dan grosir memperoleh dampak yang negatif berupa penutupan usaha-usaha retail sekelas UKM akibat masuknya investasi asing yang memiliki modal yang lebih besar.
Hal-hal diatas mengindikasikan pentingya desain dan pengelolaan diplomasi perdagangan yang beririsan dengan strategi diplomasi ekonomi dan keuangan yang diambil oleh pemerintah (lihat diagram dibawah)
(Dirangkum dari Artikel Raymond Saner & Lichia Yu : International Economic Diplomacy Mutation in Post Modern Times, Netherlands Institute of International Relations, 2003)
Diagram diatas memperlihatkan perbedan cakupan suatu diplomasi ekonomi dan keuangan dengan diplomasi perdagangan, dimana diplomasi perdagangan dilakukan baik dilevel mikro (perusahaan dan industri) maupun di level makro dengan pemerintah maupun lembaga-lembaga multilateral dsb sedangkan diplomasi ekonomi umumnya dilakukan hanya pada level makro. Perbedaan cakupan yang berpotensi menimbulkan benturan akibat perbedaan perspektif dapat dijembatani dengan mengikutsertakan pelaku-pelaku diplomasi perdagangan dalam negosiasi negosiasi ekonomi berskala makro dan sebaliknya. Peran instrumen-instrumen koordinasi dalam persiapan rapat maupun sidang internasional juga cukup besar dalam mensinkronisasikan arah kedua jenis diplomasi tersebut.
B. Membangun Strategi Diplomasi Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan yang Layak Secara Fiskal
1. Diplomasi berdasarkan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
Sebagai bagian dari kebijakan ekonomi kebijakan fiskal juga memiliki dimensi diplomasi yang perlu disinkronkan baik dengan kebijakan ekonomi dan keuangan maupun dengan kebijakan perdagangan dalam menentukan pokok-pokok arahan diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan yang sesuai dengan arah kebijakan fiskal perlu dibuat suatu mekanisme desain diplomasi yang mengacu pada Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Beberapa hal penting yang menjadi fokus kebijakan fiskal yang tertuang dalam APBN 2007 antara lain :
1. Peningkatan konsolidasi fiskal untuk mempertahankan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
2. Mengupayakan penurunan beban utang, pembiayaan yang efisien dan menjaga kredibilitas pasar modal.
3. Meningkatkan penerimaan negara yang bersumber dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
4. Mengendalikan dan meningkatkan efisiensi belanja negara.
5. Memberikan stimulus guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
6. Melanjutkan reformasi administrasi perpajakan, kepabeanan dan cukai.
2. Diplomasi Melalui Mekanisme Konsultasi dan Formulasi Bersama
Tersedianya acuan berupa arah strategi fiskal saja tidak memadai untuk menciptakan dibagi diplomasi ekonomi dan keuangan yang fiscal minded. Suatu mekanisme konsultasi dan formulasi bersama perlu diciptakan antara lembaga-lembaga pemerintah yang ditunjuk sebagai lead negotiator untuk kebijakan ekonomi, keuangan dan perdagangan internasional dengan lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab menformulasikan kebijakan fiskal. Kerjasama yang sebaiknya diformalkan dalam suatu MOU ini dapat direalisasikan dalam suatu kerangka kerja yg tergambar didalam diagram berikut :
Dalam alur kerja yang digambarkan diatas instansi-instansi yang melakukan negosiasi dan diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan dengan pemerintah asing dan lembaga regional maupun multilateral dapat mengajukan draft posisi diplomasinya kepada Depkeu (1) sebagai penanggung-jawab kebijakan fiskal mengenai berbagai isu ekonomi, keuangan maupun perdagangan. Draft ini dapat saja berisi arah negosiasi, target negosiasi dsb. Draft ini kemudian akan diproses oleh lembaga yang berwenang melakukan evaluasi dan analisa kebijakan fiskal di lingkungan Depkeu (2). Proses evaluas yang dilakukan melibatkan konsultasi dengan lembaga operasional yang terlibat langsung dalam pelaksanaan kebijakan fiskal terkait maupun institusi dan individu yang menjadi obyek kebijakan tersebut (3). Hasil revisi draft posisi diplomasi akan disampaikan pada instansi negosiator sebagai bahan masukan bagi sidang bilateral, regional maupun multilateral yang akan diikutinya (4)(5).
3. Diplomasi Berdasarkan Riset (Research Based Diplomacy) Vs Analisis
Konsep Research Based Diplomacy tidak jauh berbeda dengan Research Based Policy dengan kata lain keduanya bersandar pada temuan yang diperoleh melalui suatu riset. Berbeda dengan kegiatan analisis data sekunder yang memungkinkan tersedianya materi pengambilan keputusan dalam waktu yang relatif singkat, penelitian lapang (field research) memerlukan waktu yang relatif lebih lama untuk menghasilkan informasi yang layak dipakai dalam pengambilan keputusan, terlebih bila melibatkan ukuran sampel yang besar. Walau demikian penelitian jenis ini masih tetap diperlukan dalam pengambilan keputusan maupun dalam penentuan posisi diplomasi khususnya bila posisi diplomasi tersebut melibatkan sektor-sektor usaha dan ekonomi yang sangat miskin data (sektor informal, sektor jasa, sektor usaha kecil-menengah dsb). Diplomasi berdasarkan riset memiliki keunggulan tertentu antara lain :
1. Basis yang kuat dan didukung oleh data-data yang diperoleh melalui metode-metode penelitian ilmiah yang teruji.
2. Diplomasi yang didukung oleh bukti-bukti statistik lebih mudah “dijual” dan diterima oleh banyak kalangan.
3. Kebanyakan tekanan-tekanan luar untuk kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi yang berpotensi negatif terhadap perekonomian negara berkembang didukung oleh data-data statistik yang menggambarkan kesuksesannya pada negara lain sehingga counter negotiation-nya perlu pula didukung oleh bukti-bukti statistik.
4. Diplomasi yang didukung oleh riset dapat memperlihatkan kelemahan dalam penawaran dan kontra penawaran sehingga perbaikan-perbaikan yang diperlukan dalam rangka mensukseskan diplomasi dan negosiasi dapat segera dilakukan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Diplomasi dan Negosiasi Isu-isu Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan yang berpotensi untuk berbenturan memerlukan acuan dan referensi dasar sekaliagus koordinasi dan sinkronisasi strategi lintas instansi dan dalam organisasi dan birokrasi pemerintahan yang rumit seperti kita, hal ini tidaklah mudah dilakukan. Dengan absennya lembaga koordinasi ditingkat nasional untuk diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan luar negeri, instansi-instansi yang melakukan negosiasi-negosiasi tersebut perlu membangun kerangka kerja formal maupun informal dengan instansi-instansi pemerintah lain sehingga mekanisme institusional dalam menformulasikan strategi diplomasi luar negeri yang representatif dan dapat dipertanggung-jawabkan dapat tercipta. Lebih jauh dalam meningkatkan kekuatan diplomasi ekonomi, keuangan dan perdagangan kita, perlu pula dipikirkan untuk mulai mendasari penentuan posisi diplomasi kita berdasarkan temuan-temuan riset yang dapat dipertanggung-jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pksi.depkeu.go.id/pub.asp?id=9
Key Messages on The Workshop on Strategies to Promote Structural Reform
by Focussing on The Drivers of Economic Growth in APEC, Tony Hinton, 2007.
0 Komentar:
Post a Comment
Silahkan berkomentar disini walaupun hanya "Hay". Kami akan menghargai komentar anda. Anda berkomentar saya akan berkunjung balik