
Pengalaman seseorang dalam bekerja seharusnya dipandang sebagai sumberdaya potensial dalam mengelola perubahan dirinya. Secara rasional, pengalaman kerja pasti dapat dirasakan seseorang. Dari pengalamannya, seharusnya seseorang memperoleh modal atau bekal dalam melihat unsur-unsur penyebab keberhasilan dan kekurang-berhasilan dalam bekerja. Semakin bertambahnya usia seseorang maka pengetahuan tentang pekerjaan semakin meningkat dan cara memandang sesuatu juga semakin bijak. Misalnya ketika seseorang pernah mengalami kelalaian kerja maka mungkin saja hal itu dirasakan biasa-biasa saja. Toh orang lain pun pernah berbuat hal yang sama. Namun lama kelamaan sejalan dengan unsur kematangan kepribadiannya maka timbul rasa bersalah dan sesal dengan sendirinya. Disadarinya bahwa itu adalah suatu kehilafan. Dan hal ini akan mendorongnya untuk berbuat yang lebih baik sesuai dengan standar perusahaan. Mengapa? Karena di dalam kehidupan ini sebenarnya padat dengan proses pengambilan keputusan. Jadi ketika karyawan dan manajemen akan mengambil keputusan terbaiknya, dia akan memanfaatkan unsur-unsur pengalaman kerjanya. Dasar pertimbangan mana keputusan yang dinilai layak dan mana yang tidak atau kurang layak merupakan fungsi dari akumulasi pemahaman tentang proses dan output dari perbuatan-perbuatannya selama ini.
Dalam kenyataannya bisa saja suatu pengalaman kerja ditanggapi dengan cara yang berbeda sesuai dengan cara pandang setiap orang.
Yang pertama, pengalaman kerja bisa jadi dipandang karyawan sebagai sumberdaya untuk memperbaiki diri dari kesalahan yang diperbuatnya. Sementara kalau ada keberhasilan maka akan mendorongnya untuk paling tidak mempertahankannya dan maksimum meningkatkan kerja dan kinerjanya. Karyawan seperti ini termasuk orang yang dinamis dan optimis.
Yang kedua, pandangan karyawan lainnya memaknai pengalaman kerja sebagai hal yang biasa. Sepertinya tak ada kesan sama sekali. Karyawan seperti ini termasuk golongan yang bekerja hanya dipandang sebagai kehidupan yang rutin saja. Dengan kata lain apatis terhadap pengalaman kerjanya.
Yang ketiga adalah karyawan yang ketika memiliki pengalaman pahit lalu merasa kepercayaan dirinya langsung jatuh. Mereka merasa tidak memiliki bakat dan kemampuan untuk bekerja dengan baik. Sementara kalau punya pengalaman manis, perasaannya diungkapkan secara berlebihan. Merasa dirinya paling bisa dan unggul. Karyawan seperti ini termasuk golongan yang labil dan tidak mampu mengelola diri secara seimbang.
Apa yang harus dilakukan oleh perusahaan dan individu perorangan dengan pengalaman kerjanya? Perusahaan seharusnya memandang suatu pengalaman kerja individu dan perusahaan adalah buah dari proses pembelajaran. Selain itu pengalaman kerja perlu ditempatkan sebagai sumberdaya individu dan perusahaan yang potensial. Karena itu perusahaan sebaiknya mengakomodasi kegiatan-kegiatan pertukaran pengalaman kerja melalui jalur-jalur:
- pertemuan seperti diskusi kelompok, seminar, dan rapat kerja;
- pemberian informasi lewat leaflet dan brosur atau jurnal/buletin;
- pelatihan dan pengembangan serta studi banding untuk memperoleh pengalaman kerja yang baru;
- proses mutasi dan rotasi karyawan dalam memperluas dan pengayaan pekerjaan; dan
- perusahaan dapat membuka semacam klinik kerja untuk tempat konsultasi dan berbagi pengalaman kerja para karyawan dan atau manajer.
Diharapkan dengan pengakomodasian kegiatan-kegiatan itu akan terjadi perubahan-perubahan atau perbaikan dalam bekerja secara efisien dan efektif. Pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja karyawan dan perusahaan.
0 Komentar:
Post a Comment
Silahkan berkomentar disini walaupun hanya "Hay". Kami akan menghargai komentar anda. Anda berkomentar saya akan berkunjung balik