H.O.S. Tjokroaminoto bukanlah hanya seorang figur Tokoh Nasional, tapi beliau juga seorang ulama, ekonom, politikus, sejarawan, sekaligus seorang Tokoh Pendidikan Nasional. Banyak tokoh-tokoh besar Indonesia pernah mendapatkan sentuhan pendidikan dari beliau, antara lain Soekarno, Semaun dan Kartosoewirjo, tokoh yang bahkan menghasilkan tiga ideologi besar di Indonesia kala itu, nasionalis, komunis dan Islam fundamentalis.
Ketika kita persempit ke ranah ilmu Ekonomi, jelas, peran beliau selama menjadi anggota SDI ( Sarekat Dagang Islam ), yang akhirnya beliau rubah menjadi SI ( Sarekat Islam ) pada 1912, menjadi sebuah gambaran nyata bagaimana beliau adalah seorang pemerhati, ilmuan, sekaligus seorang praktisi ekonomi. Ketia beliau melihat adanya potensi intelektual dalam badan SDI kala itu, dan di sisi lain banyak kesenjangan dan penderitaan rakyat luas yang notabene bukan kaum pedagang, maka tergeraklah ide beliau untuk memperluas cakupan bidang garapan SDI agar membawa kemaslahatan bagi ummat. SI kemudian berkembang pesat dan menjadi satu saka guru kebangkitan nasional kala itu. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong diantara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim.
Dari uraian di atas perlu kita ketahui bagaimana jalan fikiran Tjokroaminoto hingga dapat mencetuskan gagasan tersebut. Ada dua prinsip utama pandangan Tjokroaminoto, yaitu Kedermawanan Islami dan Persaudaraan Islam. Pada konsepsi ini diperlihatkan kearifan Islam dalam menjawab berbagai masalah sosial ekonomi. Gagasan untuk saling tolong-menolong dan bersatu membangun perekonomian yang mengacu pada dasar-dasar syariat Islam, menjadi sebuah ide segar yang mampu menjawab banyak maslah sosial maupun ekonomi.
Melihat konsep Kedermawanan Islam yang diajarkan Tjokroaminoto, bukanlah sebuah empati dalam wujud sosial sempit saja. Yang pertama, beliau menekankan bahwa sedekah akan menjadi sesuatu yang bernilai lebih, jika diniatkan untuk keteguhan beribadah kepada Tuhan. Jelaslah, bahwa agama selain sebagai kontrol perilaku masyarakat juga menjadi motivasi positif bagi tindakan-tindakan yang bermanfaat bagi ummat. Yang kedua, zakat seabagai sebagai dasar distribusi dan pemerataan kekayaan untuk seluruh masyarakat. Luar biasa jika kita sadari, Islam mengatur zakat maal dan zakat fitrah sebagai suatu alat ukur keadaan sosial ekonomi masyarakat. Betapa tidak, jika jumlah orang yang berhak menerima zakat tinggi, berarti terjadi masalah kemiskinan di suatu tempat, demikian pula sebaliknya. Maka secara tidak langsung zakat dapat dijadikan barometer kemakmuran rakyat. Dengan dilaksanakan zakat secara proporsional, amanah, dan kontinu, tentu akan terjadi progress yang baik pada keadaan ekonomi rakyat. Yang ketiga, kemiskinan dunia bukanlah kehinaan, tapi kejahatan dunialah yang hina. Pada gagasan ini tentu saja dapat kita tafsirkan bahwa kemiskinan butuh pemahaman tersendiri untuk kemudian dicari solusinya bersama, bukan untuk dicemooh, dimusuhi atau bahkan di kelompokkan sendiri dalam tata sosial. Justru penjajahan, tirani, dan perilaku semena-mena dari penguasa dan pemilik modal lah yang mungkin menjadi salah satu sebab kemiskinan itu terjadi dan merajalela.
Konsep besar kedua yang dibawakan Tjokroaminoto adalah Persaudaraan Islam. Islam jelas mengatakan bahwa antara muslim satu dengan yang lain adalah saudara. Semua lapisan, ras, dan suku pada masyarakat adalah sejajar di mata Tuhan, di mana hanya derajat ketaqwaan yang membedakan mereka satu sama lain. Bagaimana ummat bisa membangun sendi perekonomian yang baik jika hubungan mereka hanya didasarkan pada hubungan konsumen-produsen, penguasa-rakyat, atau manajer-buruh. Maka dengan persaudaraan inilah komunikasi bisa lebih kooperatif antara semua lini pelaku ekonomi yang kemudian menghasilkan ide dan tindakan yang tidak saling merugikan satu sama lain.
Uraian di atas tentu tampak sederhana ketika kita lihat secara sekilas. Bila kita cermati dewasa ini sendi-sendi itu masih sangat relevan dan cocok bila dipraktekkan. Dan bahkan mungkin saja etos persaudaraan dan kedermawanan sudah hilang dari kamus wawasan ekonomi kita. Saat dua hal itu hilang, tak ayal lagi, perekonomian kita hanya akan menjadi budak imperialisme moder tanpa adanya filtrasi dan pertahanan yang baik. Kalau saja Tjokroaminoto masih ada, mungkin beliau orang yang paling marah saat dikatakan bangsa kita adalah negara dunia ke tiga. Sebuah bentuk diskriminasi pengkastaan kemakmuran sepihak yang tidak memandang sekian potensi dan faktor modal yang dipunyai negara kita ini.
SUMBER
http://tjokroaminoto.wordpress.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam
Ekonomi dalam Pandangan H.O.S. Cokroaminoto
Written By haris on Saturday, May 15, 2010 | 2:08 PM
Related Articles
0 Komentar:
Post a Comment
Silahkan berkomentar disini walaupun hanya "Hay". Kami akan menghargai komentar anda. Anda berkomentar saya akan berkunjung balik